Kisah Seorang Non Muslim Yang Ingin Menghalfal Surat Al Fatihah, Sungguh Mengharukan.




Tiba tiba saja saya ingin menghafalkan Surat Al fatihah. Entah kenapa, surat itu rasanya berputar putar di kepala, padahal saya tidak bisa berdoa dan saya sama sekali tidak berdoa bahasa arab. Saya juga tidak tahu syariat Islam. Tapi, ada semacam keinginan yang sangat dalam untuk bisa membaca surat al fatihah. Rasa yang aneh... sungguh aneh... 

Sebagai pemeluk nasrani, mestinya tidak perlu ada kerinduan pada bacaan dalam al quran. Tapi, saya tidak bisa membohongi diri. Semakin saya tekan rindu itu, semakin meluap rasa di dalam dada. Ada gejolak untuk bisa membaca al quran. 

Tanpa pikir panjang, saya menemui rekan yang beragama Islam. Saya utarakan keinginan untuk bisa membaca surat Al – Fatihah. Ia tampak terkejut sekaligus bahagia mendengar apa yang telah saya sampaikan. Barangkali, ia ingin menjadi jalan bagi tersampaikannya hidayah bagi diri saya. Dan saya pun kian bersemangat tatkala melihat respon rekan saya. Sebuah buku bertuliskan kalimat berbahasa arab disodorkan ke arah saya. Ia siap memberikan petunjuk bagaimana melafallkan ayat demi ayat di Al Fatihah. Tapi dahi saya sontak berkenyit. "saya kan nggak bisa baca huruf arab." 

Teman sayapun tergelak. "o iya, saya lupa. Ya sudah, baca tulisan latinnya saja." 

Begitulah. Kisah awal ketika saya tersiram hidayah bernama Islam. Mulai dari sebuah kerinduan yang amat sangat ingin mengenal surat yang selalu dibaca di tiap rakaat shalat. Sepenuh jiwa, saya lafalkan Al Fatihah. Dan alhamdulillah, dalam waktu yang amat singkat, saya diberi kemudahan oleh Allah untuk bisa menghafalkan firman-Nya. 

Begitu bisa baca Al-fatihah, saya merasa hidup berubah drastis. Jiwa lebih tenang. Saya tidak lagi terjarat ambisi duniawi yang selama ini megelilingi hidup. Tentu, saya bersyukur dan amat bahagia. Lalu, saya utarakan sebuah tanya pada teman saya itu, "Kalau baca Al Fatihah saja sudah merasa tenang, apakah memang islam itu sumber ketenangan hidup bagi seluruh manusia?" 

Berkali-kali teman saya nerucap. "Alhamdulillah,  Insya Allah engkau telah diberikan hidayah oleh Allah untuk bisa memeluk Islam dan menjalani hidup dalam naungan kasih sayang Allah. Saya siap bimbing kau untuk ikrar dan mempelajari islam secara lebih dalam." 

Allahu akbar!  Jalan yang dibentangkan Allah terasa begitu lapang. Saya diundang dengan begitu indahnya untuk bisa masuk dalam barisan kaum yang berserah diri dan beriman kepada Allah. Semua berjalan begitu lancar. Saya lafadzkan dua kalimat Syahadat. Asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. 

Rasanya begitu lega. Plong.. ! Satu syarat sudah saya jalankan. Keyakinan menghujam dalam dada, bahwa Islam adalah satu-satunya ajaran yang benar. 

Bagaimana reaksi keluarga saya ? Perlu saya sampaikan, bahwa keluarga kami menganut prinsip kebebasan dalam beragama. Kakek-nenek saya konghucu. Sementara, ayah-ibu saya memeluk nasrani. Ya, kaum Nasrani memang begitu ulet dalam melakukan proyek misionaris mereka. Jangan dikira hanya orang islam yang diiming-iming materi agar mau bertukar keyakinan. Ternyata, misionaris ini  juga menyasar pada kalangan konghucu. Akibatnya, keluarga inti kami memeluk nasrani. Termasuk saya. 

Seiring berjalannya waktu, saya ternyata tidak menemukan ketenangan hidup dalam ajaran kristen. Selama menjadi pemeluk agama ini segala khotbah, misa dan peribadatan yang rutin saya ikuti, tak kunjung membuat diri saya bahagia dan menapaki hidup dengan damai. Alhamdulillah, puji syukur pada Allah karena memberikan jalan bagi saya untuk menikmati hidayah islam.

Ternyata, kalau kita mau mempelajari dengan sungguh-sungguh, hanya ajaran islam sajalah yang masuk akal. Semua pertanyaan dan kerisauan saya soal hidup, terjawab dengan berbagai dalil yang ada di dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Itulah mengapa, semangat saya kian meletup-letup untuk mendalami ajaran islam yang luar biasa ini. Salah satu caranya, saya bergabung di komunitas PITI atau Pembina Iman Tauhid Indonesia yang dahulu merupakan singkatan dari persatuan Islam Tionghoa Indonesia. Beragam kajian yang mengupas ajaran Islam menjadi santapan rohani yang luar biasa bagi diri saya. 



Lama berkiprah di PITI, terbesit semangat dakwah dalam diri saya. Ingin sekali saya mempraktikan ajaran Rasulullah, yaitu "sampaikanlah walau hanya satu ayat." Di saat bersamaan, sejumlah rekan juga ingin belajar mengaji dan beragama syariat Islam. Saya dimintai tolong untuk menjadi ustadz bagi mereka. Bismillah, berbekal niat untuk menyebarluaskan Al-Qur'an, saya pun memberanikan diri untuk jadi ustadz plus menjadi saksi dakwah PITI. 

Mungkin tidak sedikit orang yang mempertanyakan "kenekatan" saya dengan membuka kursus Al-Qur'an. Tetapi Allah lah yang sebenarnya memberi semangat itu. Program kursus Al-Qur'an ini kami gelar di masjid Cheng Hoo PITI Surabaya setiap Jum'at, Sabtu, Ahad, Senin, Selasa, pukul 15.30 WIB.

Di lubuk hati saya yang paling dalam, saya bersyukur diberi kesempatan untuk menjadi muslim. Terus- menerus saya bulatkan tekad agar menjadi muslim yang kian bermanfaat. Iman dan Islam itu butuh pembuktian. Bagaimanapun juga, kita adalah representasi agama ini. Jadi, tunjukkan pada orang lain bahwa ajaran Islam plus para penganutnya adalah golongan yang berakhlaqul karimah.

Selain itu, saya juga berupaya menjadikan Islam sebagai way of life  atau panduan hidup. Lihatlah Rasul kita, beliau pedagang yang sungguh jujur. Karena itu, saya menjalankan profesi sebagai pengusaha konveksi dengan berbekal semangat jujur, adil dan mencontoh suri tauladan Rasul.

Semoga kita semua senantiasa diberi petunjuk oleh Allah agar menjadi sosok muslim yang lebih baik dari hari ke hari. 

Sumber : Gunawan Hidayat (Tjio Kay Hie)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah Seorang Non Muslim Yang Ingin Menghalfal Surat Al Fatihah, Sungguh Mengharukan."

Posting Komentar