Kisah Seorang yang Enggan Membayar Rp.200 untuk Kantong Kresek Guna Melawan Kedzaliman Penguasa

Ayo Lawan Kedzaliman Penguasa Meski Hanya Dengan Menolak Bayar Kantong Keresek 200 Perak
Saya biasanya menunggu di motor, tapi barusan setelah menunggu satu menit, lalu menyusul istri masuk ke Indomart.



“Saya tidak mau bayar yang Rp 200 untuk kantong kereseknya Mbak!” ujar saya begitu membaca pengumuman di kassa sejak Ahad 21 Pebruari pembeli yang memakai kantok plastik dari Indomart diharuskan membayar Rp 200 untuk mengurangi sampah plastik.

“Itu sudah aturan dari pemerintahnya Pak...” ujar pelayan Indomart di kassa.
“Justru itu, saya tidak mau... pemerintah dzalim!” tegas saya.
“Lihat,” ujar saya sembari menenteng sabun cair pencuci piring Sunlight yang saya sabet dari rak pajangan, “plastiknya tebal, butuh waktu ratusan tahun bagi tanah untuk mengurainya! Tapi mengapa kita malah harus bayar kantong keresek yang mudah diurai?”

Pembeli yang di kassa melihat saya sambil senyum, pelayan Indomart yang laki-laki menghampiri dan mendampingi pelayan perempuan. Pelayanan lainnya sambil mengelap kaca memandang ke kassa.

Mendengar saya berbicara dengan nada tinggi (nada tinggi itu versi istri ya, versi saya itu biasa saja, hee.. he..) di kassa, istri langsung menghampiri. Saya lalu merebut minyak goreng yang berbungkus plastik tebal yang dipegang istri, Sovia.

“Ini juga butuh ratusan tahun! Tapi kenapa kita yang malah disuruh mengurangi penggunaan kantong plastik! Bukannya perusahaan-perusahaan itu yang dilarang menggunakan kemasan plastik? Di kantong plastik Indomart kan ada tulisan go green, pertanda mudah diurai, mengapa penggunaannya harus dikurangi dengan harus membayar Rp 200 bila tetap ingin memakainya tetapi... lihat, itu... Coca Cola, botolnya dari plastik, butuh waktu ratusan tahun untuk diurai!”

Lalu saya memegang mie instant Indomie yang disodorkan pembeli lain ke kassa yang hanya senyum-senyum saja melihat saya, “ini juga plastik, butuh waktu yang jauh lebih lama untuk diurai daripada kantong keresek go green!”

“Tapi ini sudah aturannya ya Pak,” ujar pelayan laki-laki.
“Justru itu, Mas lapor ke atasan Mas, saya tidak mau bayar, bukan saya tidak mampu, tapi saya tidak mau menaati kebijakan pemerintah yang dzalim itu! Kalau tetap harus bayar 200 saya tidak jadi belanjanya. Biar Indomart lapor juga ke pemerintah, rakyat tidak mau didzalimi terus!” tegas saya.

“Kalau berbicara lingkungan,” lanjut saya, “Mengapa anak perusahaan Sinar Mas yang membakar hutan dibiarkan? Mengapa perusahaan-perusahaan minyak, minuman, sabun, dibiarkan menggunakan plastik tebal? Kenapa kita, rakyat ini, mau pakai plastik go green saja harus bayar Rp 200? Apa karena mereka yang membiayai kampanye pemilunya?”

Maka dari itu mari kita bersama-sama mengurangi penggunaan sampah plastik yang terlalu berlibihan karena sampah plastik sulit diurai oleh tanah kecuali kalau pemerintah mau mendaur ulang sampah-sampah plastik yang sudah tidak terpakai itu menjadi bahan yang bisa ada manfaatnya lagi. masak kalian mau mewariskan sampah-sampah plastik yang tidak berguna itu kepada anak cucu kalian nanti!.

Sumber : akun facebook joko prasetyo

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah Seorang yang Enggan Membayar Rp.200 untuk Kantong Kresek Guna Melawan Kedzaliman Penguasa"

Posting Komentar