Bolehkah Menceritakan Adegan Ranjang Pada Orang Lain? Ini Penjelasannya



Dalam kehidupan berumah tangga, selalu saja ada masalahnya. Baik itu masalah ekonomi, masalah dari pihak keluarga, dan tak ketinggalan pula masalah ranjang. Masalah ranjang ini merupakan salah satu masalah yang bisa menjadi pemicu keretakan hubungan suami istri bila tidak segera menemukan solusinya.

Terkadang, suami istri merasa risih dan malu untuk saling terbuka satu sama lain untuk membahas masalah ranjang, atau mungkin takut menyinggung perasaan salah satu pihak. Terkadang pula mereka lebih nyaman untuk bercerita kepada orang lain yang lebih dipercaya dan diyakini dapat memberikan solusi. Namun, bolehkah menceritakan masalah adegan ranjang kepada orang lain?

Ilustrasi seseorang yang sedang curhat pada temannya

Seperti sebuah pertanyaan yang ArtikelNine himpun dari situs konsultasisyariahberikut ini mengenai masalah tersebut di atas.

Pertanyaan :

Seseorang punya masalah dengan kehidupan seks-nya. Ketika ke dokter spesialis, dia harus cerita detail. Tentu saja dokter juga butuh informasi lengkap. Bolehkah semacam ini. Karena katanya itu dosa.

Mohon pencerahan.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا

Termasuk manusia yang kedudukannya paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang melakukan hubungan badan dengan istrinya, kemudian dia sebarkan rahasia ranjangnya. (HR. Muslim 1437).

Hadis ini menunjukkan, hukum asal menceritakan adegan rahasia ranjang adalah dosa besar. Karena di sana ada ancaman, menjadi manusia paling jelek di hari kiamat.

An-Nawawi menyebutkan,

وفي هذا الحديث تحريم إفشاء الرجل ما يجري بينه وبين امرأته من أمور الاستمتاع ، ووصف تفاصيل ذلك ، وما يجري من المرأة فيه من قول أو فعل ونحوه

Dalam hadis ini terdapat dalil haramnya seorang lelaki menyebarkan percumbuan yang dia lakukan bersama istrinya, dan bercerita dengan detail. Baik gerakan maupun rayuan. (Syarh Shahih Muslim, 10/9).

Ini aturan yang menjadi hukum asal. Tentu saja ada keadaan yang menyebabkan hukum ini bisa bergeser karena sebab tertentu.

Kita bisa simak riwayat berikut,

Aisyah bercerita,

Ada lelaki yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada orang yang berjimak dengan istrinya tapi jadi males. Apakah suami istri ini wajib mandi?’

Ketika itu Aisyah sedang duduk.

Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنِّي لَأَفْعَلُ ذَلِكَ ، أَنَا وَهَذِهِ ، ثُمَّ نَغْتَسِلُ

“Aku juga kadang mengalami hal itu. Aku bersama wanita ini (A’isyah), lalu kami mandi junub. (HR. Muslim 350).

Yang dimaksud berjimak tapi jadi ‘males’ adalah tidak sampai orgasme, tidak keluar mani. Apakah wajib mandi? Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tetap wajib mandi.

Ada yang menarik di sana, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai menyebutkan kasus yang beliau bersama Aisyah. An-Nawawi mengatakan,

فيه جواز ذكر مثل هذا، بحضرة الزوجة ، إذا ترتبت عليه مصلحة ، ولم يحصل به أذى ، وإنما قال النبي صلى الله عليه وسلم بهذه العبارة ليكون أوقع في نفسه

Hadis ini menunjukkan bolehnya melakukan semacam ini di depan istri, jika di sana ada maslahat, dan tidak sampai menyakiti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan demikian, agar lebih tertanam dalam hatinya. (Syarh Shahih Muslim, 4/42).

Dalam kasus lain, dikisahkan oleh Ikrimah

Bahwa Rifaah menceraikan istrinya. Setelah selesai iddah, wanita ini dinikahi Abdurahman bin Zabir Al-Quradzi. Setelah menjalani kehidupan bersama Abdurrahman, wanita ini mengadukan masalah suaminya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kala itu, wanita ini memakai kerudung warna hijau.

Ketika tahu istrinya datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abdurahman datang dengan membawa dua anaknya, dari pernikahan dengan istri yang lain.

Setelah semuanya mengadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ketika itu ada Abu Bakar, Ibnu Said bin Ash, dan Khalid bin Walid.

Mulailah si wanita ini mengadukan,

“Suami saya ini orang baik, gak pernah berbuat dzalim kepada saya. Cuma ‘anu’nya dia tidak pas buat saya.” Sambil dia pegang ujung bajunya.

Maksud si wanita ini, anu suaminya itu loyo. Tidak bisa memuaskan dirinya.

Abdurahman bawa dua anak untuk membuktikan bahwa dia lelaki sejati. Mendengar aduhan istri keduanya ini, Abdurrahman langsung protes,

“Istriku dusta ya Rasulullah, saya sudah sungguh-sungguh dan tahan lama. Tapi wanita ini nusyuz, dia pingin balik ke Rifaah (suami pertamanya).”

Mendengar aduhan mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum.

(HR. Bukhari 5825 & Muslim 1433).

Al-Hafidz mengatakan,

وتبسّمه صلى الله عليه وسلم كان تعجبا منها ، إما لتصريحها بما يستحيي النساء من التصريح به غالبا… ويستفاد منه جواز وقوع ذلك

Senyum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau heran. Bisa karena melihat wanita ini yang terus terang padahal umumnya itu malu bagi umumnya wanita… dan disimpulkan dari hadis ini, bolehnya melakukan semacam ini. (Fathul Bari, 9/466)

Demikianlah penjelasan mengenai boleh tidaknya menceritakan adegan ranjang kepada orang lain. Dari keterangan di atas, tidak masalah menceritakan rahasia ranjang ke dokter atau konsultan, selama itu dibutuhkan. Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat memberi pencerahan bagi yang sedang membutuhkan jawaban atas masalah yang tengah dialami.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bolehkah Menceritakan Adegan Ranjang Pada Orang Lain? Ini Penjelasannya"

Posting Komentar