Saat manusia diciptakan, manusia tidak diberi pilihan untuk memilih siapa yang akan menjadi orang tua mereka saat mereka dilahirkan ke dunia. Mereka juga tidak bisa memilih bagaimana latar belakang keluarganya, apa pekerjaan orang tuanya, serta bagaimana status sosial keluarganya.
Banyak orang yang beranggapan bahwa kekayaan merupakan sumber dari kebahagiaan. Sehingga saat mereka terlahir di tengah keluarga miskin, mereka akan menyesali kehidupannya. Di benak mereka akan timbul berbagai pertanyaan, Mengapa saya terlahir di keluarga miskin? Mengapa saya harus merasakan hidup susah karena orang tua saya miskin? Seandainya saya jadi anak orang kaya, mungkin hidup saya akan bahagia.
Hal-hal itulah yang membuat seorang anak sering menyalahkan orang tuanya karena tidak bisa memberikan apa yang mereka inginkan. Sehingga membuatnya berandai-anda seandainya ia bisa memilih sendiri siapa orang tuanya, tentunya ia tidak akan memilih untuk menjadi anak orang miskin.
Namun, penyesalan seperti itu sama sekali tidak ada artinya dan tidak akan merubah takdir seseorang. Siapapun orang tua kita, kita harus tetap mensyukurinya dan menyayangi mereka. Belum tentu pula jika kita terlahir di keluarga kaya, kita bisa merasakan kebahagiaan yang kita inginkan. Karena sekali lagi, kekayaan bukanlah sumber dari kebahagiaan. Bahagia bukan soal punya banyak materi, melainkan hati dan pikiran kita sendiri yang bisa membuat kita senantiasa bahagia.
Berikut beberapa ulasan tentang perbedaan anak orang kaya dan anak orang miskin, serta bukti bahwa tak selamanya kekayaan bisa membuat seseorang menjadi bahagia.
ASI vs Susu Formula
Karena memiliki orang tua miskin yang tak mampu untuk membeli susu formula, maka sang ibu memberikan ASI eksklusif kepada buah hatinya. ASI tidak bernilai rupiah, tapi ASI memberikan manfaat yang tidak bisa diberikan oleh susu formula. ASI lebih higienis dan tak perlu takut akan isu susu campuran berbahan deterjen bubuk. ASI juga mampu menguatkan hubungan batin antara ibu dan anak.
Ibu vs Pembantu
Karena keluarga miskin tak bisa membayar pembantu atau baby sitter, maka segala sesuatu yang dibutuhkan anak disediakan sendiri oleh sang ibu. Mulai dari memandikan, menyuapi, menggendong, menidurkan, dan mengajari anak tentang segala hal. Semua itu dilakukan oleh ibu dan ayah dengan sepenuh hati. Bagi mereka setiap moment bersama sang buah hati akan sangat disayangkan jika dilewatkan begitu saja. Karena waktu tidak bisa diulang kembali. Saat anak mereka dewasa kelak, mereka akan merindukan masa-masa dimana mereka bisa merawat anak mereka setulus hati dengan tangan mereka sendiri.
Orang Tua vs Supir
Mungkin saat masih sekolah dulu sobat pernah merasakan saat berangkat sekolah diantar ayah atau ibu naik sepeda onthel. Jika tidak memiliki sepeda, mungkin orang tua akan menggandeng anaknya dan berjalan beriringan hingga sampai depan gerbang sekolah. Kenangan seperti ini akan terasa sangat indah jika diingat saat kita sudah dewasa seperti sekarang ini. Namun, hal ini tentunya berbeda dengan anak orang kaya yang memiliki fasilitas berupa mobil lengkap dengan supirnya. Mereka memilih antar jemput anak sekolah menggunakan mobil dan jasa supir.
Makan Enak vs Makan Seadanya
Saat anak orang kaya susah disuruh makan atau pilih-pilih makanan, padahal makanan yang disajikan terbilang cukup lezat dan bergizi. Disaat bersamaan pula, anak orang miskin merasa sangat bersyukur saat mereka dihadapkan pada sepiring nasi dengan taburan garam. Beruntung jika ada lauk berupa tempe atau tahu dan krupuk. Mereka akan makan dengan lahapnya dan tak menyisakan sedikitpun makanan. Karena makanan seperti itu tidak bisa setiap hari mereka rasakan. Atau mungkin mereka hanya bisa makan satu kali sehari. Bagi anak-anak ini, gizi bukanlah hal yang penting. Asalkan perut mereka kenyang, mereka sudah sangat bersyukur.
Kerja Keras vs Main dan Santai
Disaat anak orang kaya menghabiskan waktu luangnya dengan bermain atau menonton televisi sambil bersantai dan makan camilan, disaat yang sama pula anak orang miskin harus rela berpanas-panasan bekerja demi mendapatkan uang receh. Tak ada kata mengeluh dari anak-anak ini. Mereka bekerja keras untuk membantu orang tuanya sebisa yang mereka lakukan. Bahkan, mereka tidak peduli jika harus kehilangan masa kanak-kanak mereka yang seharusnya diisi dengan bermain dan belajar. Bagi mereka, jika tak bekerja maka tak makan. Jika tak makan, maka tak hidup. Kerasnya kehidupan yang mereka alami sejak masa kanak-kanak inilah yang akan menempa mereka menjadi pribadi yang kuat dan tahan banting dalam menghadapi segala masalah di kehidupan mereka mendatang.
Membelanjakan Uang
Kebanyakan dari anak yang terlahir kaya tidak mengerti cara untuk menghargai uang. Kebutuhan mereka selalu dipenuhi oleh orang tuanya. Keinginan mereka juga selalu dituruti karena mereka memiliki orang tua kaya. Mereka bisa membeli apapun yang mereka mau. Hanya tinggal meminta kepada orang tua, semuanya bisa didapatkan. Berbeda halnya dengan anak orang miskin. Untuk bisa membeli jajanan saja mereka harus menahan diri. Mereka takut untuk meminta kepada orang tua karena orang tua mereka tak punya uang lebih untuk bisa memberikan apa yang mereka inginkan.
Mainan
Kardus, sandal bekas, serta botol plastik bekas bisa menjadi mainan yang menyenangkan bagi anak-anak miskin. Mereka akan memanfaatkan segala sesuatu yang bisa untuk dijadikan mainan. Mereka tak mengeluhkan hal ini, karena selama mereka bisa bersenang-senang dengan mainan seadanya, mengapa harus mengeluh. Berbeda dengan anak orang kaya yang memiliki berbagai koleksi mainan dan selalu meminta kepada orang tua untuk dibelikan setiap ada mainan terbaru. Anak-anak kaya cenderung sulit untuk dipuaskan. Karena mereka memiliki keinginan yang tidak terbatas yang disebabkan oleh orang tua mereka yang selalu memanjakan dan menuruti apa yang menjadi kemauan mereka.
Tak selamanya menjadi anak dari keluarga miskin akan selalu hidup menderita. Tak selamanya pula menjadi anak dari keluarga kaya raya akan selalu merasa bahagia. Semua orang berhak untuk bahagia, tak terkecuali anak-anak yang terlahir di keluarga miskin. Justru dengan mengalami pahit getirnya kehidupan di masa kanak-kanak, akan membuat mereka menjadi orang yang kuat dan berkemauan tinggi untuk merubah nasib keluarganya. Karena nasib manusia bisa berubah jika manusia itu mau mengubahnya.
Menjadi anak dari keluarga kaya juga tak selalu beruntung. Terkadang mereka memiliki banyak materi, namun merasa kurang kasih sayang dari orang tua yang terlalu sibuk bekerja dan mengumpulkan harta.
Tidak ada yang salah menjadi anak dari keluarga miskin atau kaya. Yang terpenting adalah bagaimana manusia bisa menjalani kehidupan di dunia dengan sebaik mungkin dan penuh rasa syukur.
Jika kita dari keluarga miskin, kita bisa mengajarkan kepada anak kita untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita, mulai dari hal yang paling kecil hingga hal yang paling besar. Yakinkan pada anak-anak kita, bahwa nasib masih bisa dirubah selama kita terus berusaha untuk merubah nasib agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan layak.
Dan jika kita beruntung memiliki kekayaan yang berlimpah, ajarkan kepada anak-anak kita untuk selalu hidup sederhana dan menghargai apa yang mereka miliki. Karena jauh di luar sana banyak orang-orang kurang beruntung yang menginginkan hidup seperti mereka. Tanamkan pada anak-anak kita bahwa harta yang dimiliki hanyalah titipan Allah yang sewaktu-waktu bisa diambil kembali jika Allah menginginkannya. Selagi masih diberi kekayaan yang melimpah, ajarkan pada mereka untuk selalu berbagi pada sesama agar kelak mereka akan menjadi orang yang dermawan.
Jika hal ini terjadi, maka jurang pemisah antara si kaya dan si miskin akan semakin sempit. Karena sesungguhnya derajat manusia di hadapan Allah itu sama, bukan berdasarkan status sosial dan jabatan yang dimiliki di dunia.
Semoga dengan membaca ini kita bisa merenung sejenak dan menjadikan kita manusia yang selalu bersyukur atas segala nikmat yang begitu banyak yang telah diberikan Allah kepada kita. Jika kita selalu bersyukur, maka kita akan selalu merasa menjadi orang kaya meski kita tak memiliki banyak harta. Bersyukurlah, karena syukur akan menjauhkan kita dari kufur. Dan bersedekahlah, karena sedekah akan menjauhkan kita dari sifat kikir.
0 Response to "Renungan: Perbedaan Anak Keluarga Kaya dan Anak Keluarga Miskin"
Posting Komentar